1.1 Pengertian Ta’lim
Ø Ta’lim
Perkataan ta’lim dipetik dari
kata dasar ‘allama (عَلَّمَ), yu‘allimu يُعَلِّمُ)) dan ta’lim(تَعْلِيْم).Yu‘allimu diartikan
dengan mengajarkan, untuk itu istilah ta’lim diterjemahkan dengan
pengajaran. M.
Thalib mengatakan bahwa ta’lim memiliki arti memberitahukan sesuatu
kepada seseorang yang belum tahu.
Ta’lim merupakan kata benda buatan (Mashdar) yang berasal dari kata ‘allama’. Kata Ta’lim biasanya
diterjemahkan sebagai pengajaran. Ta’lim menurut istilah ialah proses transmisi
berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan
tertentu, pengertian ini menurut [1]Muhammad Rasyid Ridha.
Sedangkan menurut
[2]Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman,
pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih
dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal
yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim,
berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju
dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat
An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan
hati agar kamu bersyukur”.
Ta’lim secara umum hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan
kognitif semata-mata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa ta’lim hanya
mengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim). Ta’lim juga mewakili ungkapan proses dari
tidak tahu menjadi tahu. Dari perkataan Sa’ad bin Waqash, memberi makna
anak-anak yang tidak tahu tentang riwayat Rasulullah, diajarkan sehingga
menjadi tahu.
Apabila pendidikan Islam diidentikkan
dengan ta’lim, para ahli memberikan pengertian sebagai berikut;
A.
Menurut Rasyid Ridho, ta’lim adalah
proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya
batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah yang
berbunyi:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الأَسْمَآءَ
كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَآءِ
هَؤُلآءِ إِن كُنتُم صَادِقِينَ
“Dan
dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian
mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang
benar!"
Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’
Allah kepada Nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara
bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan
Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian ta’lim
lebih luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah tarbiyah yang khusus
berlaku pada anak-anak.Hal ini karena ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak,
remaja, dan orang dewasa, sedangkan tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran
fase bayi dan anak-anak.[3]
B. Syed
Muhammad an-Naquib al-Attas,
mengartikan ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya
pengenalan secara mendasar, namun bila ta’lim disinonimkan dengan
tarbiyah, ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam
sebuah system. Menurutnya ada hal
yang membedakan antara tarbiyah dengan ta’lim, yaitu ruang lingkup ta’lim
lebih umum daripada tarbiyah, karena tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan
dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga tarbiyah merupakan
terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada
segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.[4]
C. Menurut
Muhammad Athiyah al-Abrasy,
pengertian ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan
bahwa; ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan tarbiyah, karena ta’lim
hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek
tertentu saja, sedangkan tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan.[5]
2.2 Pengertian Ta’dib.
Ø Ta’dib.
Ta’dib, merupakan bentuk masdar dari kata
addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan
menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan
kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Muhammad
Nadi al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa pada
zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta‘dib untuk menunjukkan
kegiatan pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa
kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia
waktu itu disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam
seperti: fiqh, tafsir, tauhid, ilmu bahasa Arab dan sebagainya maupun yang
tidak berhubungan langsung seperti ilmu fisika, filasafat, astronomi,
kedokteran, farmasi dan lain-lain. Semua buku yang memuat ilmu tersebut dinamai
kutub al-adab. Dengan demikian terkenallah al-Adab al-Kabir dan
al-Adab al-Shaghir yang ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (w. 760 M). Seorang
pendidik pada waktu itu disebut Mu‘addib. (Ramayulis, 1991: 6).
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib
adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada
manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan
penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan
pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya.
Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran
(ta’lim), pengasuhan (tarbiyah).
Oleh sebab itu menurut
Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam
Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah
istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
Fakta bahwa pendidikan Nabi Muhammad saw dijadikan Allah sebagai pendidik yang terbaik didukung oleh Al-Qur’an yang menunjukkan kedudukan rasulullah saw yang mulia, suri tauladan yang baik. Ini kemudian dikuatkan oleh hadits Nabi Muhammad saw yang berbunyi :
Fakta bahwa pendidikan Nabi Muhammad saw dijadikan Allah sebagai pendidik yang terbaik didukung oleh Al-Qur’an yang menunjukkan kedudukan rasulullah saw yang mulia, suri tauladan yang baik. Ini kemudian dikuatkan oleh hadits Nabi Muhammad saw yang berbunyi :
انما بعتت
لاتمم مكا رم الااحلاق
Artinya : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
ahlaq.
Dalam hadist di atas terdapat misi untuk
menyempurnakan akhlak manusia . Seseorang yang paling sempurna imannya menurut
Rasulullah saw adalah orang yang paling baik akhlaknya.
اكمل المومنين
ايمانا احسنهم حلقا
Artinya : Mukmin yang lebih sempurna keimanannya adalah mukmin yang paling
baik ahlaqnya.
Dalam hal ini jika seorang itu telah
beradab, secara otomatis telah memiliki ilmu benar serta mempunyai tujuan
kehidupan yang jelas mencakup spritual dan material. Oleh karena itu, pemilihan
istilah- istilah kunci dalam dunia pendidikan Islam sangat menentukan
perkembangannya pendidikan Islam di masa depan.
Ta’dib ini dapat mencetak manusia yang beradab, dapat terhindar
dari sifat- sifat kezhaliman (zhulm),
kebodohan (jahl), dan kegilaan
(junun). Sebab ilmu tidak dapat
dipindahkan atau diajarkan (transfer
of knowledge) dengan sempurna oleh seorang guru kepada muridnya dalam
proses pendidikan kecuali jika telah mempunyai adab terhadap berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan.
Ta’dib sebagai
upaya dalam pembentukan adab terbagi atas 4 macam;
1.
[6]Ta’dib adab
al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan
pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang didalamnya segala yang ada memiliki
kebenaran sendiri dan dengannya segala sesuatu yang diciptakan.
2.
Ta’dib adab al-khidmah, pendidikan tata krama spiritual
dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang
raja (Malik) dengan menempuh tata krama yang pantas.
3.
Ta’dib adab al-syariah, pendidikan tata krama spiritual
dalam syariah, yang tata caranya telah digariskan oleh tuhan melalui wahyu.
4.
Ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata krama spiritual
dalam persahabatan, berupa saling menghormai dan berperilaku mulia diantara
sesama.
Dalam konsep ta’dib mengandung tiga unsur,
yaitu : pengembangan iman, pengambangan ilmu, pengembangan amal. [7]Hubungan antara
ketiga sangat penting karena untuk tujuan pendidikan juga. Iman merupakan suatu
pengakuan terhadap apa yang diciptakan Allah di dunia ini yang direalisasikan
dengan ilmu, dan konsekuensinya adalah
amal. Ilmu harus dilandasi dengan iman, dengan iman maka ilmu harus mampu
membentuk amal karena ilmu itu harus diamalkan kepada orang yang belum
mengetahuinya, dengan terealisasikannya unsur tersebut maka akan terwujudnya
tujuan pendidikan.
Ø TARBIYAH
Tarbiyah
berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik
dinamakan Murobi. Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja
yg berbeda, yakni:
1) Rabaa-yarbuu yg bermakna
namaa-yanmuu, artinya berkembang.
2) Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a,
tara’ra-a, artinya tumbuh.
3) Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu,
tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing
memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).
Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1. Proses pengembangan dan bimbingan,
meliputi jasad, akal, dan jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan
tujuan akhir si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah
masyarakat.
2. Kegiatan yg disertai dengan penuh
kasih sayang, kelembutan hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak
membosankan).
3. menyempurnakan fitrah kemanusiaan,
memberi kesenangan dan kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.
4. proses yg dilakukan dengan
pengaturan yg bijak dan dilaksanakan secara bertahap dari yg mudah kepada yg
sulit.
5. mendidik anak melalui penyampaian
ilmu, menggunakan metode yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan
menurut istilah merupakan tindakan mangasuh, mendididk dan memelihara. Muhammad Jamaludi al- Qosimi
memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas
kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani
mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan
dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Menurut
pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi manusia yang mempunyai
potensi rohani, sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya
mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga
sebab-sebab eksistensinya.
Dalam pengertian tarbiyah terdapat lima kata kunci yang
dapat kita pahami;
1.
Menyampaikan (al - tabligh) pendidikan dipandang sebgai
usaha penyampaian, pemindahan atau transformasi dari pendidik kepada peserta
didik.
2.
Sesuatu (al - syay) maksud dari ‘sesuatu’ disini adalah kebudayaan, baik material maupun non
material yang harus diketahui oleh peserta didik.
3.
Sampai pada batas kesempurnaan (ila kamalihi) ialah
proses pendidikan berlangsung terus menerus tanpa henti, sehingga peserta didik
memperoleh kesempurnaan baik dalam pembentukan karakter dengan nilai - nilai
tertentu maupun memiliki kompetensi tertentu dengan ilmu pengetahuan.
4.
Tahap demi tahap (syay ‘fa syay’) maksudnya adalah
transformasi ilmu pengetahuan dan nilai dilakukan dengan berjenjang menurut
tingkat kedewasaan peserta didik, baik secara biologis, psikologis, sosial
maupun spiritual.
5.
Sebatas pada kesangguoannya (bi hasbi isti’dadihi’)
maksudnya dalam proses transformasi pengetahuan dan nilai itu harus mengetahui
tingkat peserta didik, baik dari sisi usia, kondisi fisik, psikis, sosial, dan
sebagainya agar dalam tarbiyah ia tidak mengalami kesulitan
A.
Karakteristik Tarbiyah, Ta’lim
dan Ta’dib
1.
Karakteristik Tarbiyah
Secara konsep,
menurut Muhammad Jamaludin Al-Qosimi bahwa at-tarbiyah ialah proses
penyampaian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap.
Sebaliknya menurut Al-Asfahani at-tarbiyah adalah proses menumbuhkan sesuatu
bertahap yang dilakukan sedikit sesuai pada batas kesempurnaan.
Kata tarbiyah
diperuntukan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan
pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan
dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya.
2.
Karakteristik Ta’lim
Secara konsep,
Abdul Fattah Jalal mendefinisikan ta’lim sebagai proses pemberian
pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah, sehingga
diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran dan menjadikan
diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima
al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak
diketahuinya.
Menurut
definisi ini, ta’lim mencakup aspek- aspek pengetahuan dan ketrampilan yang
dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik. Ta’lim
merupakan suatu proses yang terus menerus di usahakan manusia semenjak
dilahirkan. Sebab manusia dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun.
3.
Karakteristik Ta’dib
Secara konsep,
menurut Sayed Muhammad An-Naquib Al-Attas, at-ta’dib adalah pengenalan
dan pengakuan yang secara berangsur- angsur ditanamkan kepada manusia tentang
tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan
sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan keagungan
Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
Dalam definisi
ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran ( at-ta’lim
), dan pengasuhan yang baik (at-tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed
Muhammad An-Naquib Al-Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam
Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib
adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukan dalam arti Islam.
Prinsip tarbiyah ta’lim, ta’dib dan
tarbiyah
1.
Ta’lim
a.
Pengamalan ilmu yang benar dalam
mendidik pribadi.
b.
Kemauan untuk mengetahui.
c.
Menimba pengetahuan.
d.
Ketrampilan yang dibutuhkan
e.
Mencari pedoman perilaku yang baik.
2. Ta’dib
a. Penguasaan
ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggungjawab dan penanaman
amanah kepada anak.
b. Kemantapan
amal dan tingkah laku yang baik.
c. Pengetahuan
( unsur- unsur ilmu)
d. Instruksi ( ta’lim )
e. Pembinaan
yang berpola secara terus menerus ( tarbiyah )
3. Tarbiyah
a. Bimbingan
anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat
berkembang secara sempurna.
b. Memelihara
c. Mendidik
d. Mengembangkan
ilmu dan akhlaq.
Dengan
pemaparan ketiga konsep di atas, maka terlihatlah bahwa konsep tarbiyah, ta’lim
dan ta’dib dapat digunakan secara bersama-sama untuk pendidikan Islam. Hanya
saja proses ta’lim lebih luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya dibandingkan
dengan proses tarbiyah yakni mencangkup fase bayi, anak-anak, remaja, orang
dewasa. Sementara dalam proses ta’dib pengetahuan lebih diutamakan dari pada
kasih sayang. Oleh karena itu mua’lim dan mua’ddib adalah orang yang mendidik,
mengajar anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kata Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib menunjukkan satu konsep pendidikan
dalam islam, istilah tersebut saling melengkapi dan tercakup dalam tujuan
pendidikan islam yang tidak bisa dipisah - pisahkan. Terjadi pada diri manusia
dalam arti yang umum dan mengisyaratkan adanya komponen - kompenen pokok dalam
pendidikan, adanya syarat bagi guru untuk meningkatkan diri, prosesnya bertahap
dan berkelanjutan, menuntut adab - adab tertentu dan metode yang mudah
diterima, perubahan ke arah yang lebih baik, mewujudkan islam muslim sempurna
untuk taat beribadah memperoleh ridho Allah SWT.
[2] Abdul Fattah
Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam, Mesir: Darul Kutub
Misriyah, 1977. Hal: 32.
[6] Amatullah Amstrong, Khazanah Istilah Sufi: Kunci memasuki Dunia
Tasawwuf, terj. MS Nasrullah (al-Qamus al-sufi): The Mystical Language of Islam, (Bandung: Mizan, 1998), h. 13.
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam
Perspektif Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), h.29
0 komentar:
Posting Komentar