Rabu, 22 Juni 2016

Pengertian Ta’lim


 
1.1 Pengertian Ta’lim

Ø  Ta’lim
Perkataan ta’lim dipetik dari kata dasar ‘allama (عَلَّمَ), yu‘allimu يُعَلِّمُ)) dan ta’lim(تَعْلِيْم).Yu‘allimu diartikan dengan mengajarkan, untuk itu istilah ta’lim diterjemahkan dengan pengajaran. M. Thalib mengatakan bahwa ta’lim memiliki arti memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu.
Ta’lim merupakan kata benda buatan (Mashdar) yang berasal dari kata ‘allama’. Kata Ta’lim biasanya diterjemahkan sebagai pengajaran. Ta’lim menurut istilah ialah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu, pengertian ini menurut [1]Muhammad Rasyid Ridha.
Sedangkan menurut [2]Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
Ta’lim secara umum hanya terbatas pada pengajaran dan pendidikan kognitif semata-mata. Hal ini memberikan pemahaman bahwa ta’lim hanya mengedepankan proses pengalihan ilmu pengetahuan dari pengajar (mu’alim) dan yang diajar (muta’alim). Ta’lim juga mewakili ungkapan proses dari tidak tahu menjadi tahu. Dari perkataan Sa’ad bin Waqash, memberi makna anak-anak yang tidak tahu tentang riwayat Rasulullah, diajarkan sehingga menjadi tahu.
Apabila pendidikan Islam diidentikkan dengan ta’lim, para ahli memberikan pengertian sebagai berikut;
A.    Menurut Rasyid Ridho, ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah yang berbunyi:
وَعَلَّمَ ءَادَمَ الأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَآءِ هَؤُلآءِ إِن كُنتُم صَادِقِينَ
                 “Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’ Allah kepada Nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian ta’lim lebih luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak.Hal ini karena ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak.[3]

B. Syed Muhammad an-Naquib al-Attas, mengartikan ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila ta’lim disinonimkan dengan tarbiyah, ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah system. Menurutnya ada hal yang membedakan antara tarbiyah dengan ta’lim, yaitu ruang lingkup ta’lim lebih umum daripada tarbiyah, karena tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.[4]

C. Menurut Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan tarbiyah, karena ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan.[5]

2.2 Pengertian Ta’dib.

Ø  Ta’dib.
Ta’dib, merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar.
Muhammad Nadi al-Badri, sebagaimana dikutip oleh Ramayulis, mengemukakan bahwa pada zaman klasik, orang hanya mengenal kata ta‘dib untuk menunjukkan kegiatan pendidikan. Pengertian seperti ini terus terpakai sepanjang masa kejayaan Islam, hingga semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh akal manusia waktu itu disebut adab, baik yang berhubungan langsung dengan Islam seperti: fiqh, tafsir, tauhid, ilmu bahasa Arab dan sebagainya maupun yang tidak berhubungan langsung seperti ilmu fisika, filasafat, astronomi, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Semua buku yang memuat ilmu tersebut dinamai kutub al-adab. Dengan demikian terkenallah al-Adab al-Kabir dan al-Adab al-Shaghir yang ditulis oleh Ibn al-Muqaffa (w. 760 M). Seorang pendidik pada waktu itu disebut Mu‘addib. (Ramayulis, 1991: 6).
Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaan-Nya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah).
 Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam.
Fakta bahwa pendidikan Nabi Muhammad saw dijadikan Allah sebagai pendidik yang terbaik didukung oleh Al-Qur’an yang menunjukkan kedudukan rasulullah saw yang mulia, suri tauladan yang baik. Ini kemudian dikuatkan oleh hadits Nabi Muhammad saw  yang berbunyi :
انما بعتت لاتمم مكا رم الااحلاق
Artinya : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan ahlaq.
Dalam hadist di atas terdapat misi untuk menyempurnakan akhlak manusia . Seseorang yang paling sempurna imannya menurut Rasulullah saw adalah orang yang paling baik akhlaknya.
اكمل المومنين ايمانا احسنهم حلقا
Artinya : Mukmin yang lebih sempurna keimanannya adalah mukmin yang paling baik ahlaqnya.
Dalam hal ini jika seorang itu telah beradab, secara otomatis telah memiliki ilmu benar serta mempunyai tujuan kehidupan yang jelas mencakup spritual dan material. Oleh karena itu, pemilihan istilah- istilah kunci dalam dunia pendidikan Islam sangat menentukan perkembangannya pendidikan Islam di masa depan.
 Ta’dib ini dapat mencetak manusia yang beradab, dapat terhindar dari sifat- sifat kezhaliman (zhulm), kebodohan (jahl), dan kegilaan (junun). Sebab ilmu tidak dapat dipindahkan atau diajarkan (transfer of knowledge) dengan sempurna oleh seorang guru kepada muridnya dalam proses pendidikan kecuali jika telah mempunyai adab terhadap berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan.
Ta’dib sebagai upaya dalam pembentukan adab terbagi atas 4 macam;
1.      [6]Ta’dib adab al-haqq, pendidikan tata krama spiritual dalam kebenaran, yang memerlukan pengetahuan tentang wujud kebenaran, yang didalamnya segala yang ada memiliki kebenaran sendiri dan dengannya segala sesuatu yang diciptakan.
2.      Ta’dib adab al-khidmah, pendidikan tata krama spiritual dalam pengabdian. Sebagai seorang hamba, manusia harus mengabdi kepada sang raja (Malik) dengan menempuh tata krama yang pantas.
3.      Ta’dib adab al-syariah, pendidikan tata krama spiritual dalam syariah, yang tata caranya telah digariskan oleh tuhan melalui wahyu.
4.      Ta’dib adab al-shuhbah, pendidikan tata krama spiritual dalam persahabatan, berupa saling menghormai dan berperilaku mulia diantara sesama.

Dalam konsep ta’dib mengandung tiga unsur, yaitu : pengembangan iman, pengambangan ilmu, pengembangan amal. [7]Hubungan antara ketiga sangat penting karena untuk tujuan pendidikan juga. Iman merupakan suatu pengakuan terhadap apa yang diciptakan Allah di dunia ini yang direalisasikan dengan ilmu, dan konsekuensinya  adalah amal. Ilmu harus dilandasi dengan iman, dengan iman maka ilmu harus mampu membentuk amal karena ilmu itu harus diamalkan kepada orang yang belum mengetahuinya, dengan terealisasikannya unsur tersebut maka akan terwujudnya tujuan pendidikan.

Ø  TARBIYAH
Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik dinamakan Murobi. Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg berbeda, yakni:
1)      Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang.
2)      Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh.
3)      Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik).

Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1.      Proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah masyarakat.
2.       Kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan).
3.      menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT.
4.      proses yg dilakukan dengan pengaturan yg bijak dan dilaksanakan secara bertahap dari yg mudah kepada yg sulit.
5.      mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan menurut istilah merupakan tindakan mangasuh, mendididk dan memelihara. Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan.
Menurut pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya.
Dalam pengertian tarbiyah terdapat lima kata kunci yang dapat kita pahami;
1.      Menyampaikan (al - tabligh) pendidikan dipandang sebgai usaha penyampaian, pemindahan atau transformasi dari pendidik kepada peserta didik.
2.      Sesuatu (al - syay) maksud dari ‘sesuatu’ disini adalah kebudayaan, baik material maupun non material yang harus diketahui oleh peserta didik.
3.      Sampai pada batas kesempurnaan (ila kamalihi) ialah proses pendidikan berlangsung terus menerus tanpa henti, sehingga peserta didik memperoleh kesempurnaan baik dalam pembentukan karakter dengan nilai - nilai tertentu maupun memiliki kompetensi tertentu dengan ilmu pengetahuan.
4.      Tahap demi tahap (syay ‘fa syay’) maksudnya adalah transformasi ilmu pengetahuan dan nilai dilakukan dengan berjenjang menurut tingkat kedewasaan peserta didik, baik secara biologis, psikologis, sosial maupun spiritual.
5.      Sebatas pada kesangguoannya (bi hasbi isti’dadihi’) maksudnya dalam proses transformasi pengetahuan dan nilai itu harus mengetahui tingkat peserta didik, baik dari sisi usia, kondisi fisik, psikis, sosial, dan sebagainya agar dalam tarbiyah ia tidak mengalami kesulitan


A.    Karakteristik Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib
1.      Karakteristik Tarbiyah
Secara konsep, menurut Muhammad Jamaludin Al-Qosimi bahwa at-tarbiyah ialah proses penyampaian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap. Sebaliknya menurut Al-Asfahani at-tarbiyah adalah proses menumbuhkan sesuatu bertahap yang dilakukan sedikit sesuai pada batas kesempurnaan.
Kata tarbiyah diperuntukan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya.
2.      Karakteristik Ta’lim
Secara konsep, Abdul Fattah Jalal mendefinisikan ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, penanaman amanah, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia itu berada dalam suatu kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari segala apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya.
Menurut definisi ini, ta’lim mencakup aspek- aspek pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman perilaku yang baik. Ta’lim merupakan suatu proses yang terus menerus di usahakan manusia semenjak dilahirkan. Sebab manusia dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun.
3.      Karakteristik Ta’dib

Secara konsep, menurut Sayed Muhammad An-Naquib Al-Attas, at-ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur- angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
Dalam definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran ( at-ta’lim ), dan pengasuhan yang baik (at-tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed Muhammad An-Naquib Al-Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukan dalam arti Islam.


Prinsip tarbiyah ta’lim, ta’dib dan tarbiyah

1.      Ta’lim
a.       Pengamalan ilmu yang benar dalam mendidik pribadi.
b.      Kemauan untuk mengetahui.
c.       Menimba pengetahuan.
d.      Ketrampilan yang dibutuhkan
e.       Mencari pedoman perilaku yang baik.

2.       Ta’dib
a.       Penguasaan ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggungjawab dan penanaman amanah kepada anak.
b.      Kemantapan amal dan tingkah laku yang baik.
c.       Pengetahuan ( unsur- unsur ilmu)
d.       Instruksi ( ta’lim )
e.       Pembinaan yang berpola secara terus menerus ( tarbiyah )

3.      Tarbiyah
a.       Bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna.
b.       Memelihara
c.       Mendidik
d.      Mengembangkan ilmu dan akhlaq.

Dengan pemaparan ketiga konsep di atas, maka terlihatlah bahwa konsep tarbiyah, ta’lim dan ta’dib dapat digunakan secara bersama-sama untuk pendidikan Islam. Hanya saja proses ta’lim lebih luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya dibandingkan dengan proses tarbiyah yakni mencangkup fase bayi, anak-anak, remaja, orang dewasa. Sementara dalam proses ta’dib pengetahuan lebih diutamakan dari pada kasih sayang. Oleh karena itu mua’lim dan mua’ddib adalah orang yang mendidik, mengajar anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang.



BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kata Tarbiyah, Ta’lim, dan Ta’dib menunjukkan satu konsep pendidikan dalam islam, istilah tersebut saling melengkapi dan tercakup dalam tujuan pendidikan islam yang tidak bisa dipisah - pisahkan. Terjadi pada diri manusia dalam arti yang umum dan mengisyaratkan adanya komponen - kompenen pokok dalam pendidikan, adanya syarat bagi guru untuk meningkatkan diri, prosesnya bertahap dan berkelanjutan, menuntut adab - adab tertentu dan metode yang mudah diterima, perubahan ke arah yang lebih baik, mewujudkan islam muslim sempurna untuk taat beribadah memperoleh ridho Allah SWT.



[1] Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, ( Kairo: Dar al-Manar, 1373 H), juz I, h. 262.
[2] Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam, Mesir: Darul Kutub Misriyah, 1977. Hal: 32.
[3] Rasyid Ridho, Tafsir al-Manar, Mesir: Dar al-Manar, 1373 H. Hal: 42.

[4] Syed Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. Bandung: Mizan, 1988. Hal: 12.
[5] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Rosda Karya, 1992. Hal: 5
[6] Amatullah Amstrong, Khazanah Istilah Sufi: Kunci memasuki Dunia Tasawwuf, terj. MS Nasrullah (al-Qamus al-sufi): The Mystical Language of Islam, (Bandung: Mizan, 1998), h. 13.
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992), h.29

0 komentar:

Posting Komentar