BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Meneliti
sejarah bangsa Indonesia tidak akan lepas dari umat islam, baik dari perjuangan
melawan penjajah maupun dalam lapangan pendidikan. Melihat kenyataan betapa bangsa Indonesia yang mayoritas
beragama Islam mencapai keberhasilan dengan berjuang secara tulus ikhlas
mengabdikan diri untuk kepentingan agamanya disamping mengadakan perlawanan militer.
Setelah Belanda ditaklukan oleh
Jepang di Indonesia pada tanggal 8 maret 1942, maka Belanda angkat kaki dari
Indonesia semenjak itu mulailah penjajahan Jepang di Indonesia.
Dengan semboyan “asia untuk bangsa
asia” jepang menguasai daerah yang berpenduduk lebih dari 400 juta jiwa yang
antara lain menghasilkan 50% poduksi karet dan 70% timah dunia. Indonesia yang
kaya sumber bahan mentah merupakan sasaran yang perlu dibina dan dimanfa’atkan
sebaik –baiknya untuk kepentingan perang jepang. Sehingga jepang menyerbu
indonesia, karena tanah air indonesia merupakan sumber bahan-bahan mentah yang
kaya raya dan tenaga manusia yang banyak tersebut sangat besar artinya demi
kelangsungan perang pasifik, dan hal ini sesuai pula dengan cita-cita politik
ekspansinya.[1]
B. Rumusan masalah
1.
Pendidikan pada masa
kolonial Belanda?
2. Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan Kolonial Belanda?
3. Kondisi Pendidikan Pada Masa Penjajahan Jepang?
4. Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam?
5.
Perkembangan Pendidikan
Islam Masa Penjajahan Jepang?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan
Pada Masa Penjajahan Kolonial Belanda
Penaklukan
bangsa Barat atas dunia Timur dengan jalan perdagangan, kemudian dengan
kekuatan militer. Kedatangan bangsa Barat memang telah membawa kemajuan
teknologi. Tetapi tujuannya adalah untuk
meningkatkan hasil penjajahannya, bukan untuk kemakmuran bangsa yang dijajah.
Begitu pula di bidang pendidikan. Mereka memperkenalkan sistem dan metode baru tetapi sekedar untuk menghasilkan tenaga yang dapat membantu
kepentingan mereka dengan upah yang murah dibandingkan dengan jika mereka harus
mendatangkan tenaga dari Barat. Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan
itu adalah westernisasi dari Kristenisasi yakni untuk kepentingan Barat dan
Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai kebijaksanaan penjajahan Barat di
Indonesia selama ± 3,5 Abad.[2]
Pemerintah Belanda mulai menjajah Indonesia pada tahun 1619 M, yaitu ketika
Jan Pieter Zoon Coen menduduki Jakarta, dan dilawan oleh Sultan Agung Mataram
yang bergelar Sultan Abdurrahman Khlaifatullah Sayidin Panotogomo.[3]
B. Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Penjajahan
Kolonial Belanda
Pada masa kolonial Belanda
pendidikan Islam di sebut juga dengan bumiputera, karena yang memasuki
pendidikan islam seluruhnya orang pribumi indonesia.
Pendidikan islam pada masa
penjajahan Belanda ada tiga macam,yaitu:
1. Sistem
pendidikan peralihan Hindu Islam
2. Sistem
pendidikan surau (langgar)
3. Sistem
pendidikan pesantren
1. Sistem pendidikan peralihan Hindu
Islam
Sistem ini
merupakan sistem pendidikan yang masih menggabungkan antara sistem pendidikan
Hindu dengan Islam. Pada garis besarnya, pendidikan dilaksanakan dengan
menggunakan dua sistem, Yakni: (1) sistem Keraton;dan (2) sistem Pertapa.
Sistem
pendidikan keraton ini dilaksanakan dengan cara, guru mendatangi
murid-muridnya. yang menjadi murid-muridnya adalah anak-anak para bangsawan dan
kalangan keraton.
Sebaliknya, sistem pertapa, para murid
mendatangi guru ke tempat pertapaanya. adapun murid-muridnya tidak lagi
terbatas pada golongan bangsawan dan kalangan keraton, tetapi juga termasuk
rakyat jelata.
2. Sistem Pendidikan Surau
Surau
merupakan istilah yang banyak digunakan di asia tenggara, seperti Sumatera
Selatan, Semenanjung Malaya, Patani (Thailand). Namun yang paling banyak
dipergunakan di Minangkabau. Secara bahasa kata surau berarti “tempat”
atau “tempat penyembahan”. Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan
kecil yang dibangun untuk menyambah arwah nenek moyang. Beberapa ahli
mengatakan bahwa surau berasal dari India yang merupakan tempat yang
digunakan sebagai pusat pembelajaran dan pendidikan Hindu-Budha.
Seiring
dengan kedatangan Islam di Minangkabau proses pendidikan Islam dimulai oleh
Syeikh Burhanudin sebagai pembawa Islam dengan menyampaikan pengajarannya
melalui lembaga pendidikan surau. disurau ini anak laki-laki umumnya
tinggal, sehingga memudahkan Syeikh menyampaikan pengajarannya.
Dalam
lembaga pendidikan surau tidak mengenal birokrasi formal, sebagaimana
yang dijumpai pada lembaga pendidikan modern. aturan yang ada didalamnya sangat
dipengaruhi oleh hubungan antar individu yang terlibat. Secara kasat mata dapat
dilihat dilembaga pendidikan surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar
suatu aturan yang telah disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman
tapi sekedar nasihat. Lembaga surau lebih merupakan suatu proses belajar
untuk sosialisasi dan interaksi kultural dari hanya sekedar mendapatkan ilmu
pengetahuan saja. jadi, nampak jelas fungsi learning societi di surau
sangat menonjol.
Sistem
pendikan di surau tidak mengenal jenjang atau tingkatan kelas, murid
dibedakan sesuai dengan tingkatan keilmuanya, proses belajarnya tidak kaku sama
muridnya (Urang Siak) diberikan kebebasan untuk memilih belajar pada
kelompok mana yang ia kehendaki. dalam proses pembelajaran murid tidak memakai
meja ataupun papan tulis, yang ada hanya kitab kuning merupakan sumber
utamnya dalam pembelajaran.
Metode utama
dalam proses pembalajaran di surau dengan memakai metode ceramah,
membaca dan menghafal. materi pembelajaran yang diberikan Syeikh kepada urang
siak dilaksanakan sambil duduk di lantai dalam bentuk setengah lingkaran.
Syeikh membacakan materi pembelajaran, sementara murid menyimaknya dengan
mencatat beberapa catatan penting disisi kitab yang dibahasnya atau dengan
menggunakan buku khusus yang telah disiapkan oleh murid. Sistem seperti ini
terkenal dengan istilah halaqoh.[4]
3. Sistem Pendidikan Pesantren
a.
Asal usul Pesantren
Secara garis
besarnya, dijumpai dua macam pendapat yang mengutamakan tentang pandanganya
tentang asal usul pesantren, sebagai institusi pendidikan Islam.
Pertama
pesantren adalah institusi pendidikan Islam, yang memang berasal dari tradisi
Islam. Mereka berkesimpulan, bahwa pesantren lahir dari pola kehidupan
tasawwuf, yang kemudian berkembang diwilayah Islam, seperti Timur Tengah dan
Afrika utara yang dikenal dengan sebutan zawiyat.
Kedua,
pesantren merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu-Budha yang sudah mengalami
proses islamisasi. mereka melihat adanya hubungan antara perkataan pesantren
dengan kata Shastri dari bahasa sanskerta.
Pesantern
adalah lembaag pendidikan tertua di indonesia. Pesantren sudah menjadi milik
umat Islam setelah melalui proses Islamisasi dalam sejarah perkembangannya.
KH Saifuddin
Zuhri mengatakan bahwa pesantren adalah pesantren. Disana diajarkan norma-norma
yang tidak mungkin dijumpai di tempat-tempat lain. Disana bukan sekedar
dipelajari berbagai ilmu, dan bukan
pula sekedar melakukan ibadah saja, tetapi disana diajarkan nilai-nilai yang
paling mutlak harus dimiliki seseorang dalam mengarungi kehidupan.
b.
Metode yang digunakan
1)
Metode sorogan, atau layanan individual, yaitu bentuk
belajar mengajar dimana Kiyai hanya menghadapi seorang santri yang masih dalam
tingkatan dasar atau sekelompok kecil santri yang masih dalam tingkatan dasar.
Tata caranya adalah seorang santri menyodorkan sebuah kitab di hadapan kiyai,
kemudian kiyai membacakan beberapa bagian dari kitab itu, lalu santri
mengulangi bacaan sampai santri benar-benar membaca dengan baik. bagi santri
yang telah menguasai materi lama, maka ia boleh menguasai meteri baru lagi.
2)
Metode wetonan dan bandongan, atau layanan kolektif, ialah
metode mengajar Dengan sistem ceramah. Kiyai membaaca kitab di hadapan kelompok
santri tingkat lanjutan dalam jumlah besar pada waktu tertentu seperti sesudah
shalat berjamaah Subuh atau Isya. di daerah Jawa Barat metode ini lebih dikenal
dengan istilah Bendongan. Dalam metode ini Kiyai biasanya membacakan,
menerjemahkan, lalu menjelaskan kalimat-kalimat yang sulit dari suatu kitab dan
para santri menyimak baacaan Kiyai sambil membuat catatan penjelasan di penggir
kitabnya. Di daerah Jawa metode ini disebut (halaqoh) yakni murid
mengelilingi guru yang membahas kitab.
3)
Metode Musyawarah, adalah belajar dalam bentuk seminar
(diskusi) untuk membahas setiap masalah yang berhubungan dengan materi
pembelajaran-pelajaran santri ditingkat tinggi. metode ini menekankan keaktifan
pada pihak santri, yaitu santri harus aktif mempelajari dan mengkaji sendiri
buku yang telah ditentukan kiyainya. Kiyai harus menyerahkan dan memberi
bimbingan seperlunya.[5]
c. Kurikulum
Pesantren
Menurut
Karel A. Steenbrink semenjak akhir abad ke-19 pengamatan terhadap kurikulum
pesantren sudah dilakukan misalnya oleh LWC Van Den Berg (1886) seorang pakar
pendidikan dari Belanda. berdasarkan wawancaranya dengan para kiyai, dia mengkomplikasi
suatu daftar kitab-kitab kuning yang masa itu dipakai dipesantren-pesantren
Jawa dan umunya Madura. kitab-kitab tersebut sampai sekarang pada umumnya masih
dipakai sebagai buku pegangan dipesantren. Daftar tersebut meliputikitab-kitab
fikih, baik fikih secara umum maupun fiikih ibadah, tata bahasa arab,
ushuludin, tasawwuf dan tafsir.
Dari hasil
penelitian Van De Berg tersebut, karel A. Steenbrink menyimpulkan antara lain
kitab-kitab yang dipakai dipesantren masa itu hampir semuanya berasal dari
zaman pertengahan dunia Islam. pendekatan terhadap al-Quran dan tidak terjadi
secara langsung melainkan hanya melalui seleksi yang sudah dilakukan
kitab-kitab lain khususnya kitab fikih. Disamping itu, sekalipun yang masuk ke
jawa adalah Islam yang berbau sufi, namun kedudukan tasawuf menempati kedudukan
yang lemah sekali dalam daftar buku tersebut. kesimpulan yang lebih utama
adalah bahwa studi fikih dan tata bahasa arab merupakan profil pesantren pada
akhir abad ke-19 tersebut.
Pada umumnya
pendidikan di pesantren mengutamakan pelajaran fikih. Namun sekalipun
mengutamakan pelajaran fikih mata pelajaran lainya tidak di abaikan sama
sekali. Dalm hal ini mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu alat,
pembinaan iman, dan akhlak sangat diperlukan. pengajaran bahasa arab adalah
ilmu bantu untuk pemahaman kitab-kitab agama. Pengajaran bahasa arab tersebut
terdiri dari beberapa cabang dan tingkatan sebagai dasar bagi santri untuk
melakukan pengajian kitab. dengan begitu, santri harus memiliki pengetahuan bahasa
arab terlebih dahulu sebelum pengajian kitab yang sebenarnya dilaksanakan.
Pengajian
kitab yang dimaksudkan itu adalah pengajian fikih dari tingkat dasar sampai
tingkat tinggi. Kitab-kitab fikih tersebut ditulis dalam bahasa arab.[6]
C. Kondisi Pendidikan Pada Masa Penjajahan Jepang
Sistem pendidikan Belanda yang
selama ini berkembang di Indonesia, semuanya diganti oleh bangsa Jepang sesuai
dengan sisitem pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan perang. Tidak
mengherankan bahwa segala komponen sistem pendidikannya ditujukan untuk
kepentingan perang. Adapun karakteristik sistem pendidikan Jepang adalah
sebagai berikut:
1.
Dihapusnya “dualisme pendidikan”
Pada masa
Belanda terdapat dua jenis pengajaran, yaitu pengajaran kolonial dan pengajaran
bumi putera, oleh jepang diganti diganti sisitem seperti itu di hilangkan.
Hanya satu jenis sekolah rendah yang diadakan bagi semua lapisan masyarakat ,
yaitu: sekolah rakyat selama 6 tahun , yang ketika itu dipopulerkan dengan nama
“Kokumin Gakko” atau disebut juga sebagai Sekolah Nippon Indonesia ( S N I ).
Sekolah-sekolah desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi sekolah
pertama. Serta jenjang pengajaran pun menjadi:
a.
Sekolah rakyat 6 tahun (termasuk sekolah pertama)
b.
Sekolah menengah 3 tahun
c.
Sekolah menengah tinggi 3 tahun (SMA-nya pada zaman
Jepang)
2.
Berubahnya tujuan pendidikan
Tujuan
pendidikan adalah untuk menyedian tenaga cuma-cuma (romusha) dan
prajurit-prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh
karena itu, murid-murid diharuskan latihan fisik, latihan kemiliteran dan
indroktrinasi ketat. Pada akhir zaman Jepang terdapat tanda-tanda tujuan menjepangkan
anak-anak Indonesia.
3.
Proses pembelajaran diganti kegiatan yang tidak ada
kaitannya dengan pendidikan.
Proses
pembelajaran disekolah diganti dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di
sekolah antara lain:
a.
Mengumpulkan batu, pasir untuk kepentingan perang
b.
Membersihkan bengkel-bengkel & asrama militer
c.
Menanam umbi-umbian, sayur-sayuran di pekarngan sekolah
untuk persediaan makanan
d.
Menanam pohon jarak untuk pelumas
4.
Pendidikan dilatih agar mempunyai semangat perang
Seorang
pendidik sebelum mengajar diwajibkan terlebih dahulu mengikuti didikan dan
latihan (diklat) dalam rangka penanaman ideologi dan semangat perang, yang
pelaksanaannya dipusatkan di Jakarta selama tiga bulan. Untuk menanamkan
semangat jepang tersebut, maka diajarkan bahasa jepang dan nyanyian-nyanyian
semangat kemiliteran kepada para murid.
5.
Pendidikan pada masa jepang sangat memprihatinkan
Kondisi
pendidikan pada masa pemerintahan jepang bahkan lebih buruk dari pada
pendidikan pada masa penjajahan belanda. Sebagai gambarannya dapat dilihat dari
segi kuantitatif trend nya mengalami kemunduran (sekolah, murid,dan
guru).
6.
Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
Meskipun
bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah,
akan tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk
memperkenalkan budaya jepang kepada rakyat.[7]
D. Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam
Walaupun
kondidsi pendidikan jepang sedemikian parahnya, namun bagi agama islam ada
sedikit nilai positifnya pada masa awal masuknya jepang ke Indonesia, umat
islam penuh harapan bahwab cita-cita kemerdekaan Indonesia dapat terwujud, dengan
masuknya jepang ke Indonesia dan terusirnya belanda. Sebagai umat islam, bangsa
Indonesia yang selama ini merasakan adanya diskriminasi dalam soal kehidupan
beragama, dengan masuknya jepang ke Indonesia akan berakhir. Karena itu, jepang
selalu mengulang-ulang menyampaikan maksudnya menghormati dan menghargai islam.
Di depan ulama, letnan jendral Imamura, pejabat militer jepang tertinggi di
jawa menyampaikan pidato yang isinya bahwa pihak jepang bertujuan untuk
melindungi dan menghormati islam.[8]
Pemerintah
jepang menampakkan diri seakan akan membela kepentingan islam, yang merupakan
siasat untuk kepentingan dunia dua. Untuk mendekati ummat islam, mereka
menempuh beberapa kebijakan, diantaranya ialah:
1. Kantor
urusan agama yang ada pada zaman belanda disebut kantoor voor islamistiche
zaken yang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah oleh jepang
menjadi kantor sumubi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari.
2. Para ulama
islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan orientalis dizinkan membentuk
barisan pembela tanah air (PETA).
3. Umat islam
diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut majelis islam a’la
indonesia (MIAI) yang bersifat kemasrayarakatan. Namun pada bulan oktober 1943
MIAI di bubarkan dan diganti dengan majelis sura muslimin indonesia (MASYUMI)
Pondok pesantren yang besar-besar sering mendapat kunjungan dan bantuan dari
pemerintah Jepang.[9]
4. Sekolah
negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan ajaran agama.
5. Pemerintah
Jepang mengizinkan pembentukkan barisan hizbullah untuk memberikan dasar
kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin.
6. Pemerintah
Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang dipimpin
oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.[10]
E. Perkembangan Pendidikan Islam Masa Penjajahan
Jepang
Sikap
penjajah jepang terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang
gerak pendidikan lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan kolonial
belanda. Hal ini memberikan kesempatan bagi pendidikan islam untuk berkembang.
1.
Madrasah
Awal
pendudukan jepang, madrasah berkembang dengan cepat terutama dari segi
kuantitas. Hal ini dapat dilihat terutama di daerah Sumatra yang terkenal
dengan madrasah awaliyahnya, yang diilhami oleh majlis ulama tinggi.
2.
Pendidikan agama di sekolah
Sekolah
negeri diisi dengan pelajaran budi pekerti. Hal ini memberi kesempatan pada
guru agama islam untuk mengisinya dengan ajaran agama, dan di dalam pendidikan
agama tersebut juga di masukan ajaran tentang jihad melawan penjajah
3.
Perguruan tinggi Islam
Pemerintah
jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di jakarta yang dipimpin
oleh KH. Wahid Hasyim, KH. Muzakkar, dan Bung Hatta.
Walaupun
jepang berusaha mendekati umat islam dengan memberikan kebebasan dalam beragama
dan dalam mengembangkan pendidikan namun para ulama tidak akan tunduk kepada
pemerintahan jepang, apabila mereka menggangu akidah umat hal ini kita dapat
saksikan bagaimana masa jepang ini perjuangan KH. Hasyim Asy’ari beserta
kalangan santri menentang kebijakan kufur jepang yang memerintahkan untuk
melakukan seikere (menghormati kaisar jepang yang dianggap keturunan dewa
matahari) . Akibat sikap tersebut beliau ditangkap dan dipenjarakan oleh jepang
selama 8 bulan.
Oleh karena itu, meskipuin dunia pendidikan secara
umum terbengkalai, karena murid-muridnya sekolah setiap hari hanya disuruh
gerak badan, baris-berbaris, kerja bakti (romusha), bernyayi dan
sebagainya. Yang agak beruntung adalah madrasah-madrasah yang ada di dalam
lingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengwasan langsung pemerintah
pendudukan jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat berjalan
secara wajar.
Satu hal
yang menarik untuk dicermati adalah adanya pemaksaan yang dilakukan oleh
pemerintah Jepang agar masyarakat Indonesia terbiasa melakukan penghormatan
kepada Tenno (Kaisar) yang dipercayai sebagai keturunan dewa matahari (Omiterasi
Omikami). Sistem penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan
menghadap Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini,
biasanya diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang (kimigayo).[11]
Tidak semua rakyat Indonesia dapat menerima kebiasaan ini, khususnya dari
kalangan Agama. Penerapan Seikerei ini ditentang umat Islam, salah satunya
perlawanan yang dilakukan KH. Zainal Mustafa, seorang pemimpin pondok pesantren
Sukamanah Jawa Barat. Peristiwa ini dikenal dengan peristiwa Singaparna.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan islam pada masa
penjajahan Belanda ada tiga macam,yaitu:
1. Sistem
pendidikan peralihan Hindu Islam
2. Sistem
pendidikan surau (langgar)
3. Sistem
pendidikan pesantren
Adapun karakteristik sistem pendidikan Jepang adalah
sebagai berikut:
1. Dihapusnya
“Dualisme pendidikan”
2. Berubahnya
tujuan pendidikan
3. Proses
pembelajaran diganti dengan kegiatan yang takada kaitannya dengan pendidikan
4. Pendiidik
diltih agar mempunyi semangat perang
5. Pendidikan
pada masa Jepang sangat memperihatihkan
6. Pemakaian
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
Perkembangan pendidikan islam pada masa penjajahan
Jepang meliputi:
1. Madrasah
2. Pendidikan
agama di sekolah
3. Perguruan
tinggi islam
DAFTAR
PUSTAKA
Ramayulis,Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta:
Kalam Mulia, 2011
Zuhairini, dkk,SejarahPendidikan Islam,
Jakarta: BumiAksara 2011
Hasnun
Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam,
Jakarta: PT. Logis wacana Ilmu,1999
http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/makalah-pendidikan-islam-pada-masa_18.html
0 komentar:
Posting Komentar